Menu
Animated Buttons - "Pressed Effect"
... !doctype>!doctype>Slideshow
Automatic Slideshow
Change image every 3 seconds:
1 / 3
Bahagia Itu Sederhana
2 / 3
Beriman Itu Sederhana
3 / 3
Hidup Penuh Syukur
Selasa, 10 Mei 2016
PSSI Tak Lagi Beku, Prestasi? Belum Tentu
ISC 2016 telah digulirkan. Pecinta sepakbola nasional tampak sumringah karena apa yang dinanti akhirnya terwujud. Roda kompetisi kembali berputar. Gairah para pelaku bola dari pelatih, pemain, wasit, hingga para kreator merchandise klub sepakbola dan para pedagang kaki lima di sekitar stadion kembali bergelora.
Pertanyaannya, apakah ISC merupakan jawaban atas tuntutan reformasi dalam diri PSSI oleh Kemenpora?kompetisi ISC 2016 kalau diperhatikan secara seksama masih sama saja seperti kompetisi pendahulunya. Nyaris tak berbeda.
Transparansi, tata kelola yang baik, pembinaan, serta jaminan bebas dari suap-menyuap seperti tuntutan Kemenpora masih menjadi PR yang mesti segera dikerjakan oleh para pengurus PSSI yang terhormat bila ingin melihat sepakbola Indonesia berbicara di tingkat ASEAN. Ya...ASEAN dululah!
Jujur saja, secara pribadi saya mendukung langkah pembekuan PSSI oleh Kemenpora. Tuntutan Kemenpora terhadap PSSI tersebut sayangnya tak di gubris oleh para pengurus PSSI dengan melakukan pembenahan sebagai cerminan peduli pada sepak bola Indonesia seperti yang selalu mereka katakan. Kesannya, justru pengurus PSSI sengaja agar Indonesia di hukum oleh FIFA dengan berlindung di bawah Statuta FIFA sekaligus sengaja membiarkan hukuman tersebut agar Kemenpora berhadapan langsung dengan masyarakat penggila bola Nasional. Ini yang patut di sesali.
Padahal tuntutan Kemenpora tersebut seharusnya menjadi kesempatan terbaik bagi PSSI untuk membuktikan diri dihadapan pecinta bola Nasional bahwa segala yang dituduhkan omong kosong belaka.
Di sisi lain, tuntutan Kemenpora agar PSSI mereformasi diri dalam 9 butir poin sayangnya tidak diikuti oleh langkah-langkah solusi seperti apa yang ditawarkan oleh Kemenpora agar PSSI dapat membenahi diri.
Alhasil, 1 tahun pembekuan PSSI oleh Kemenpora seperti tanpa hasil dan malam ini kabar pencabutan pembekuan PSSI tersiar. Ini yang kurang saya sepakati dari Kemenpora.
Hemat saya, mestinya Kemenpora memberikan langkah-langkah konkrit yang sekiranya bisa membantu PSSI dalam memenuhi 9 butir tuntutan tersebut. Tapi tidak dilakukan.
Akhirnya, sia-sia belaka pembekuan yang dilakukan selama setahun karena toh hasilnya sama saja. PSSI pun tetap bisa bernyanyi ria lagu lawas " Aku Masih Seperti Yang Dulu".
Mungkin ada baiknya kita belajar pada Federasi Sepakbola Jerman (DFB) yang langsung berbenah diri pasca kegagalan mereka di Piala Dunia 1998. Regenerasi serta pola permainan menjadi fokus utama pembenahan. DFB pun mengundang semua elemen demi perbaikan sepakbola Jerman. Tak hanya pemerintah, para ahli tulang, ahli gizi, Sport Science hingga pakar psikolog diundang untuk duduk bersama membuat blue print sepakbola Jerman. Tidak main-main, semuanya diperlakukan menggunakan metode ilmiah dan menuangkannya dalam sebuah cetak biru yang menjadi panduan seluruh klub sepakbola Jerman dalam mencetak para pemain.
Hasilnya, pada tahun 2006 saat Piala Dunia digelar di Jerman, wajah Timnas Jerman tampil segar dengan para pemain muda serta gaya permainan yang mengundang decak kagum. Kala itu, sekalipun tak juara gaya bermain Jerman yang atraktif menuai banyak pujian karena berbeda dengan Jerman masa lalu. Puncaknya, tahun 2014 Jerman meraih gelar piala dunia keempat kalinya. Diraih di tanah Latin dan bukan main-main di Brazil yang notabene gudangnya pemain hebat gemilang prestasi.
Seharusnya, Kemenpora pun bersikap demikian ketika melakukan pembekuan dengan mengajak dan merangkul seluruh elemen termasuk PSSI untuk duduk bersama membahas pembentukan blue print perkembangan sepakbola Indonesia sehingga sekalipun kita di suspend namun ada pembenahan nyata. Blue print inilah yang menjadi pegangan bersama demi kemajuan sepakbola Indonesia. Dengan catatan setiap pelaku sepakbola Indonesia dalam hal ini klub wajib mengikuti cetak biru tersebut sebagai panduan standar yang mesti dilakukan.
Ini memang butuh waktu. Karenanya, setiap pergantian pengurus PSSI tetap mesti menjalankannya ibarat REPELITA zaman Orba. Bukan ganti pemimpin ganti pula program dan cetak biru tersebut. Mesti ada pencapaian yang terukur dengan menggunakan Teknologi Sport Science.
Selain hal tersebut, Kemenpora mungkin bisa membantu dengan target membangun fasilitas olahraga lengkap nan canggih termasuk fasilitas sepakbola dalam hal ini minimal di tiap ibukota Provinsi. Langkah ini juga yang dipakai Bahrain yang pada episode kali lalu nyaris mencicipi Piala Dunia pertamanya. Ini pula yang dilakukan oleh Jepang. Padahal tahun 1990 Jepang datang belajar pada Indonesia tentang bagaimana menggelar kompetisi (waktu itu masih Galatama) tapi lihatlah di tahun 1998 mereka mencicipi Piala Dunia pertamanya dan kini telah menjadi salah satu raksasa Asia. Jepang cuma butuh waktu 8 tahun bro!
Dan di malam ini, saya melihat bahwa keputusan Kemenpora untuk mencabut pembekuan PSSI berbau amis politis yang kuat. Bisa jadi ini terkait berbagai kompetisi di depan mata seperti AFF serta Asean Games yang bakal digelar di Indonesia. Atau boleh jadi, ini lebih dikarenakan ada upaya penggembosan PSSI secara perlahan agar pengurus kini dapat dilengserkan terutama sang ketua yang masih dalam DPO. Aroma amis politis ini sangat erat dengan berbagai kepentingan terutama bisa jadi kepentingan Pilkada 2017 mendatang. Siapa tahu??
Kini, pembekuan PSSI telah dicabut. Walau demikian alangkah baiknya, Kemenpora tetap meminta reformasi dari PSSI plus menggandeng seluruh komponen yang ada seperti yang dilakukan Jerman sekaligus membantu dari sisi fasilitas seperti yang dilakukan Jepang dan Bahrain. Sudah ada contoh khan tinggal di copy paste. Tinggalkan cara-cara instan karena terbukti yang instan seringkali menimbulkan penyakit.
Kalau sudah begitu niscaya dua orang anak lelaki saya akan menjadi punggawa Timnas yang membawa Timnas Indonesia ke era kegemilangan tidak hanya ASEAN tapi dunia.
Jayalah sepakbola Indonesia...semoga!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar