Selamat Datang By JoeFrigerio

Menu

Animated Buttons - "Pressed Effect"

...

Slideshow

Automatic Slideshow

Change image every 3 seconds:

1 / 3
Bahagia Itu Sederhana
2 / 3
Beriman Itu Sederhana
3 / 3
Hidup Penuh Syukur

Rabu, 15 Juni 2016

Gagal Karena Juru Taktik

Euro 2016 telah menyelesaikan partai pertama keseluruhan grup yang berpartisipasi. Dari seluruh partai yang sudah dimainkan, kejutan berarti belum terjadi dan belum sampai menghebohkan publik bola. Yang menonjol hanyalah hasil imbang Inggris vs Rusia, kekalahan Belgia vs Italia, dan kegagalan Portugal menaklukan Islandia.
Melihat partai-partai yang sudah dimainkan. Faktor juru taktik di era sepakbola modern ini menurut saya merupakan kunci untuk meraih gelar di Euro 2016.
Menterengnya kemampuan pemain dalam tim bukanlah sebuah jaminan untuk mencapai sukses. Contoh awal tentu saja dari laga Inggris vs Rusia. Keputusan Hogdson untuk menarik Rooney dengan memasukan Wilshare menurut saya merupakan keputusan Boomerang. Hodgson mungkin ingin mengamankan laga yang sudah unggul 1-0 tetapi hemat saya seharusnya yang ditarik bukanlah Rooney tetapi Kane. Mengingat Rooney yang sejak awal dipasang di belakang Kane lebih memiliki kemampuan bertahan dibanding Kane. Dan sepanjang laga, Rooney terlihat begitu aktif berperan sebagai seorang pemain gelandang saling bahu membahu bersama Alli, Sterling, dan Dier. Hodgson lupa bahwa di laga tersebut Rooney melakukan beberapa sapuan penting demi mengamankan area pertahanan dari serbuan Rusia.
Satu lagi yang mengernyitkan dahi ketika melihat fakta Keputusan Hogdson untuk menunjuk Kane sebagai eksekutor tendangan penjuru. Menurut saya ini adalah keputusan yang kurang tepat. Bahkan saking geramnya, dalam laga tersebut, saya bahkan langsung menulis dalam grup arisan Euro kami (kebetulan kami membuat arisan kecil2an) bahwa kenapa harus Kane?? Bukankah masih banyak pemain yang memiliki kemampuan untuk mengumpan?
Satu partai lagi yang menurut saya kegagalan juru taktik adalah ketika Italia vs Belgia. Wilmost dalam hal ini tak mampu memanfaatkan mengkilapnya skuad Belgia. Pergerakan antar pemain Belgia tidak mumpuni untuk membongkar catenacio Italia. Pergerakan tanpa bola yang statis dan tak ada kombinasi yang rapi justru membuat Belgia seperti tim SSB melawan Italia. Lukaku yang diharapkan sebagai tembok bagi rekan-rekannya justru kewalahan walau hanya untuk mengontrol bola. Demikian pula dengan Bruyne yang ditaruh di sisi kanan tampak tidak bisa memainkan peran yang mampu membuat sisi kiri Italia bekerja keras dengan memberikan tekanan berarti. Akibatnya, jelas Giaccherini dan Darmian leluasa memberikan tekanan balik. Hal sama juga terjadi di sisi kiri. Vertonghen menurut saya lebih pas bila ditempatkan sebagai central bek ketimbang bek kiri. Pergerakan tanpa bola dan dengan bola yang lemah Vertonghen membuat Hazard seperti bekerja sendirian. Hal ini membuat Candreva dan Parolo justru mendapat angin untuk bebas berkreasi menyerang. Mestinya, Vertonghen yang memiliki tinggi badan dengan kemampuan intersep yang bagus di duetkan di jantung pertahanan bersama Vermaulen. Alderweid digeser ke sisi kanan dan Lukaku dari banch masuk untuk mengisi bek kiri.
Penarikan Nainggolan pun justru menunjukan bahwa Wilmost gagal paham karena di babak pertama justru 2 tembakan Nainggolan karena pergerakan tanpa bolanya yang baik justru membuat Buffon mesti bekerja keras menahan gempuran. Seharusnya, hemat saya melawan Italia yang cenderung menungg u. Pergerakan 4 pemain depan Belgia dalam formasi 4-2-3-1 mesti lebih dinamis untuk selalu bertukar posisi. Lukaku mestinya lebih banyak bergerak keluar untuk memancing bek Italia mengikutinya dan posisinya bisa diisi oleh 3 pemain lainnya. Singkatnya, skema text Book yang dimainkan Wilmost sangat sulit melawan Italia yang terkenal dengan permainan defensifnya.
Pergantian strategi babak kedua dengan mengubah skema dari 4-2-3-1 menjadi 3-6-1 oleh Wilmost dengan menarik Felaini menjadi gelandang bertahan sungguh merupakan taktik yang agak membingungkan karena sejak awal laga Belgia sebenarnya sudah menguasai areal lini tengah secara penuh. Masuknya Origi dengan instruksi dalam kotak penalti seperti yang dilakukan Lukaku adalah kesalahan yang luar biasa dari Wilmost karena dengan demikian Italia justru semakin dalam saat bertahan dan justru ini yang diinginkan oleh para bek Italia karena mereka sudah sangat terbiasa. Meminjam istilah teman saya, mengajak Italia bertahan sama seperti mengajarkan ikan berenang.
Beda Belgia, beda pula Italia. Sadar bahwa Belgia memiliki gelandang dengan skill mumpuni, Conte memilih formasi 3-5-2 guna menghindar dari pertarungan di central lapangan tengah tetapi memanfaatkan sayap dengan direct Football yang cepat. Taktik ini berhasil ketika peran Eder dan Pelle sebagai tembok untuk membuka ruang bagi sayap2 Italia menusuk masuk area pertahanan Belgia saat Winger Belgia terlanjur naik. Taktik ini sungguh tampan. Terbukti long pass dengan kombinasi direct Football cepat membuat Belgia kebingungan untuk menahan serangan Italia.
Sampai sejauh ini, saya melihat selain Conte yang sangat piawai secara taktikal, tim yang oke secara taktikal adalah Jerman. Joachim Loew menggunakan pola 4-2-3-1 dengan perpindahan posisi pemain yang paling elok dan rumit untuk mengelabui pertahanan lawan. Pergerakan 4 pemain daya gedor dalam serangan Jerman sangat sulit untuk dideteksi. Siapa saja bisa berada dalam kotak penalti lawan dengan seketika. Draxler, Ozil, Muller, dan Gotze terus bergerak dan menyisahkan ruang bagi 2 bek sayap serta Kroos dan Khedira untuk menjadi eksekutor secara tiba-tiba. Satu lagi, Jerman tetap menjadi tim dengan predikat specialis set piece. Kombinasi set piece Jerman menurut saya masih yang terbaik hingga saat ini.
So, mari kita saksikan aksi juru taktik di Euro 2016. Merekalah kunci untuk meraih kemenangan. Strategi pergantian pemain serta perubahan taktik di tengah jalannya laga adalah sebuah kenikmatan dan keindahan tersendiri. Apalagi bila hasil akhirnya kemenangan. Bukan begitu kawan??
Aleichem Syalom Olahraga,
Gol...gol...gol

2 komentar: