Terik mentari siang ini serasa menghanguskan seluruh tubuhku tatkala senja belum jua menghampiri. Alunan nyiur yang melambai mesra bersama debur ombak yang menghantam karang disertai genitnya angin sepoi-sepoi memperlihatkan padaku bahwa hidup selalu penuh dengan tantangan yang harus kita hadapi karena dari situlah kita bisa belajar untuk menjadi yang lebih baik dari hari kemarin dan bisa menjadi tegar sekokoh dinding karang didepanku.
Di tepi pantai Lasiana, tempat kita biasa bermadu kasih. Aku duduk sendiri merangkai kisah yang pernah kurajut bersamanya. Kala itu dia menggenggam erat tanganku dan berkata akulah belahan jiwanya yang selalu meneduhkan batinnya dengan cinta. Saat itu masih teringat jelas aku dan dirinya begitu mesra menatap bibir pantai mengikuti gelak tawa para pengunjung pantai.
Ya… cinta itu yang kini hanya menyisahkan nestapa. Dalam kesendirianku kini kucoba menggoreskan nestapa itu agar hilang ditelan debur ombak, karena aku harus bangkit berlari mengejar kenangan baru dan jari jemariku menari begitu saja pada secarik kertas mengikuti gemuruh emosi didadaku….
Di tepi pantai Lasiana, tempat kita biasa bermadu kasih. Aku duduk sendiri merangkai kisah yang pernah kurajut bersamanya. Kala itu dia menggenggam erat tanganku dan berkata akulah belahan jiwanya yang selalu meneduhkan batinnya dengan cinta. Saat itu masih teringat jelas aku dan dirinya begitu mesra menatap bibir pantai mengikuti gelak tawa para pengunjung pantai.
Ya… cinta itu yang kini hanya menyisahkan nestapa. Dalam kesendirianku kini kucoba menggoreskan nestapa itu agar hilang ditelan debur ombak, karena aku harus bangkit berlari mengejar kenangan baru dan jari jemariku menari begitu saja pada secarik kertas mengikuti gemuruh emosi didadaku….
***
Kau jemput aku dari perhentian cintaku lalu kau senandungkan kalbu yang sungguh mampu membangkitkan kembali hasratku setelah sekian lama berbaring dalam kehampaan. Pesonamu membuatku bagai mentari yang kembali terbit setelah sebelumnya terbenam dalam redupnya alunan kisahku sendiri.
Namun kenyataan ini tak seindah seperti yang kukira, tak semurni seperti yang kusangka,dan tak setulus seperti yang kudamba. Karena hamparan kenyataan yang kau hembuskan didadaku seperti beban dan tamparan yang terlalu berat untuk kupikul dan sangatlah pahit untuk kurasakan. Dimana engkau menyeretku kedalam sebuah pusaran kebimbangan ditengah persimpangan yang sungguh membutuhkan penuntun bijakku agar dapat kumemilih antara “cinta dan kesucian yang terabaikan”.
Dengan segenap kekuatanku kucoba bertahan untuk menentukan pilihan karena memang sejak ku dilahirkan hidup hanyalah pilihan yang harus dipilih namun aku tak cukup kuat dan akupun tak cukup bijak untuk sekedar memilih. Kendati aku telah berupaya sekuatnya namun aku terlalu rapuh untuk bisa menyisakan ketegaran sekokoh batu karang.
Waktu melenggang perlahan seiring kisah yang terus berjalan justru semakin menyudutkan aku didalam keterpurukan oleh segala tingkah perbuatanmu yang terus bergelayut dalam benakku. Setiap hembusan napasku selalu teringat akan tingkah lakumu yang sungguh membuatku terabaikan hingga memaksa diriku untuk mengorbankan perasaan yang tak terbantahkan. Bagaimana pun juga ini adalah sebuah pilihan walau berat!!Karena jika saja aku diperbolehkan untuk mengajukan pilihan lain maka aku memilih untuk tidak mencintaimu.
Dan kini diujung waktu yang tak bertepi harus kuakui bahwa aku bukanlah yang terbaik untukmu karena hanyalah orang terbaik yang pantas menerima apa yang terbaik .Dan mungkin jalan yang terbaik untuk kita adalah perpisahan itu sendiri. Memang mungkin aku tak bernyali untuk menemui kenyataan seperti ini di waktu nanti saat mengarungi hidup yang tak pernah pasti. Karena aku tak mau terlambat menterjemahkan apa yang tersembunyi.
Sikapmu mencerminkan betapa aku tak dicintai sepenuh hatimu karena hatimu yang telah terbagi. Kini haruskah aku melangkah bersamamu dengan bahasa kalbu yang tak pernah searah ?? Maafkan aku jika ku harus pergi….biarlah aku sendiri disini agar bisa kuresapi dan pahami apa arti hidup ini dan biarlah aku sendiri disini bernyanyi menemani syahdunya hati ini. Karena tanpa kenangan abadi tak pernah hadir cinta sejati…
***
Kulemparkan pandang kebatas cakrawala seiring tetesan arak terakhir yang kuteguk. Kuselipkan kertas yang baru saja kutulis ini dalam botol bekas arak yang telah kuhabiskan dan kulemparkan sejauh mungkin kearah ombak yang datang menghantam karang sejauh aku ingin melupakan dirinya. Aku berharap agar kisah kita tenggelam bersama rona senja yang perlahan semakin menghitam ditelan rotasi bumi dan gemuruh waktu yang menghantarkan malam.
Aku berdiri, berteriak sekeras mungkin tanpa mempedulikan sekitarku. Mencoba menghapus tapak cinta yang pernah kita rajut bersama. Semoga engkau disana bisa berbahagia. Kulangkahkan kaki perlahan dengan sempoyongan mencoba meninggalkan pantai kenangan ini namun kulihat sebuah botol yang tergolek didepanku tersapu buih ombak. Perlahan-lahan kubuka botol itu…ternyata benar dugaanku ada secarik kertas didalamnya….
Pesan yang tersembunyi. Isyarat yang tak kau mengerti. Jalanan tanpa jejak waktu dan langkahku yang tak berhenti memburu Satu pintu menuju kekalku denganmu…
Seketika aku terpaku. Denyut jantungku seolah terhenti. Otakku menyusuri jejak –jejak kisah yang berhamburan bersamanya tanpa bisa kutepiskan. Pesan cinta yang baru saja kubaca seolah membangkitkan seluruh energy positifku untuk kembali padanya. Entahlah…siapapun di ujung lautan seberang sana yang mengirim pesan cinta dalam botol ini sepertinya memberi jawab atas kegundahanku. Kutengadahkan kepala menatap langit yang mulai gelap. Mencoba bertanya pada Sang Khalik tentang arti dari peristiwa yang baru kualami.
“Mungkinkah seseorang di ujung lautan mengerti akan apa yang kualami?? Ataukah mungkin ini sekedar kebetulan belaka?” gumamku.
“Oh tidak !”
Tiba- tiba saja hati kecilku berontak dan menguasai seluruh panca indraku untuk kembali menemuinya. Merajut kisah kasih kita yang belum lama ini sirna. Dengan sempoyongan kupaksakan langkahku pelan – pelan meninggalkan pantai ini tuk menemuinya. Berharap dia mau memaafkanku dan kembali dalam pelukan cintaku.
***
Motor bebek buntut yang kutunggangi seolah mengerti jerit kerinduan hati dan rasa bersalahku. Kugeber motorku dengan kecepatan super ngebut melewati kendaraan dan keramaian orang-orang di jalanan. Aku tak lagi peduli, asal aku bisa segera menemuinya. Memohon maaf untuk kekeliruanku meninggalkannya. Makian para pengguna jalan sudah tak kuhiraukan. Hingga di tikungan terakhir menuju rumahnya, aku nyaris saja digilas bus jurusan Kupang – Atambua. Huuuufff…...
Tok…tok…tok….
“Dea…Dea….Dea…,” teriakku memanggil.
Tak kudengar sahut serta lampu rumah yang masih padam membuatku semakin tak karuan. Kucoba membuka pintu depan rumah. Krrrrrkkk….oh alangkah terkejutnya aku ketika pintu itu terbuka. Terus kuteriak memanggil namanya Dea…Dea…Dea… tanpa ada sahutan dari siapapun.
Dimanakah orang – orang di rumah ini? Apakah mungkin mereka pergi keluar rumah dan lupa mengunci pintu depan?sesuatu yang sulit terjadi karena sepengetahuanku di rumah ini dihuni oleh orang-orang yang sangat protektif dan teliti.
Kuberanikan diri melangkah lebih jauh masuk kedalam rumahnya sambil kucari kontak lampu di dinding rumah untuk kunyalakan. Alangkah terkejutnya aku ketika didepanku pulas tertidur sosok Dea kekasihku. Dea…Dea…Dea…kuterus berupaya membangunkannya sambil menggoncangkan tubuhnya. Tapi Dea tertidur pulas dalam pusaran mimpi abadi dengan kondisi mulut berbusa. Disamping tubuhnya terlihat sebotol obat serangga yang tergeletak didekat tangan kanannya.
Aku menangis dan berteriak sejadi-jadinya. Kadar alkohol yang sedari tadi penuhi tubuhku sekejab sirna. Aku benar-benar sadar dan kusesali meninggalkannya hanya karena egois kelaki-lakianku yang selalu menuntut dan mengukur cinta dari setetes darah simbol kesucian cinta.
Tanpa kusadari para tetangga rumah Dea sudah mengelilingiku. Aku masih menangis dan memeluk erat Dea tanpa mau melepaskannya. Dari mulut mereka, kutahu kalau orang tua Dea bersama adik-adiknya baru kemarin pergi liburan ke Jawa sekaligus mengunjungi Neneknya.
"Oh Tuhan…kenapa generasiku lebih memilih cinta dalam botol??!!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar