Temperatur
semakin tinggi, udara terasa semakin menyengat, ruang didalam otak serasa penuh
sesak hingga tak lagi ada ruang untuk memproduksi pikiran-pikiran yang baik
apalagi logis, rasanya sudah tidak mungkin untuk dilakukan saat ini. Kesedihan
bercampur aduk dengan segala macam perasaan yang bermunculan.
Tepat
di hari Sabtu, tanggal 6 Nopember 2008 Kure masih berdiri tegak diatas tumpukan
karang sambil terus menatap teluk nan permai bersama hamparan pasir putih yang
berbaring indah dihadapannya. Terik mentari siang ini tak dihiraukannya.
Matanya terus menatap tajam lautan lepas dihadapannya dari atas bukit yang
penuh dengan timbunan karang menghitam.
Samar-samar
KMP Ferry jurusan Aimere - Flores
terlihat semakin jauh, semakin kecil, dan cuma menyisahkan satu titik hitam nan
kecil ditengah lautan lalu menghilang dari pelupuk mata Kure seiring
butir-butir airmata yang membasahi wajahnya yang terlihat kusut. Sementara itu
pesona mentari senja perlahan-lahan turun menyentuh batas cakrawala dan
langitpun berubah gelap seiring waktu menghantarkan malam.
Dengan
langkah yang gontai karena perih yang dalam saat melepas kepergian sang kekasih
hati, Kure lalu pulang ke peraduannya layaknya mentari yang pulang berganti
malam. Satu demi satu langkah diaturnya namun alunan napas Kure terasa berat
seberat hatinya melepas kepergian Rika yang sangat dicintainya.
Malam
ini Kure termenung sendiri didalam kamarnya tanpa tahu persis harus berbuat
apa?? Pikiran dan perasaanya terbang melayang tak tentu. Kure takut kehilangan
gadis pujaan hatinya yang siang tadi telah pulang kembali ke Flores setelah
selesai menempuh ilmu di kota Kasih. Beragam bayangan hitam bermunculan didalam
pikiran Kure tentang kelanjutan kisahnya bersama Rika yang sudah dipacarinya
selama 6 Tahun. Apakah mungkin kisah ini masih bisa berlanjut dan berakhir
indah di pelaminan??
***
“Hallo K’Kure saya sudah sampai,” suara Rika diujung telepon.
“Syukurlah
sayang K’Kure terlalu khawatir dengan
kamu,” sahut Kure.
“Hmm….yang benar saja jangan-jangan khawatir
sama cewek lain??” goda Rika manja.
“Betul ni sayang K’Kure kemarin entah kenapa rasanya sedih sekali harus berpisah
dengan Rika,” balas Kure.
“K’Kure
jangan terlalu khawatir dan pikiran dengan Rika, percaya saja Rika bisa jaga
diri untuk K’Kure seorang karena Rika punya cinta pasti hanya untuk K’Kure,”
lanjut Rika.
“K’Kure sudah dulu ya Rika masih harus lanjutkan
perjalanan nie… mmmuuuaach,” tutup Rika.
Tut…tut…tut….
***
Hari berganti hari hubungan kisah
cinta antara Kure dan Rika masih terus berlanjut sekalipun terpisah jarak dan
waktu. Keduanya masih terus berhubungan walaupun hanya lewat handphone atau
sesekali lewat internet. Tak mengenal pagi, siang, ataupun malam keduanya masih
sering saling melepas rindu satu sama lain hingga tak terasa satu tahun
terlewatkan diikuti kabar gembira dari Rika yang sudah lulus PNS.
“Kaka….Rika punya kabar baik-baik saja dan Rika sudah lulus PNS seperti
cita-citanya Rika,” sahut Rika girang.
“Baik sudah biar tahun depan kaka bisa pergi lamar ade sesuai rencana kita,”
sambung Kure bahagia.
“Janji ya kaka jangan sampai ingkar pokoknya Rika tetap tunggu kaka,” balas Rika
mesra.
“Kapan kaka pernah ingkar janji dengan ade?? kaka rasanya sudah tidak sabar
untuk secepatnya memutar waktu biar kita bisa secepatnya bersatu,”balas Kure
lembut setengah merayu.
“Ingat kaka hanya Rika yang punya kaka punya hati oh…,” pinta Rika mesra.
“Ok sayang. Ingat juga e hanya kaka yang ada di Rika pung hati,” sahut Kure tak
kalah mesranya menutup pembicaraan.
Rona
wajah Kure terlihat memancarkan kebahagiaan yang tak terhingga. Kemana pun Kure
pergi ia selalu sumringah pada setiap orang yang ditemuinya bahkan hampir kepada
setiap orang yang mengenalnya ia selalu menceritakan tentang rencananya untuk
menikah dengan Rika tahun depan. Saking senangnya pekerjaan Kure di kantor juga
semakin baik hingga ia pun mendapat promosi jabatan. Kure seperti mendapatkan
tonic suplemen penambah energy yang sangat luar biasa karena tak lama lagi apa
yang selama ini diidam-idamkannya akan menjadi kenyataan yakni menikah dengan Rika
yang sangat dicintai dan dipujanya.
Waktu
terus bergulir dan tanpa terasa tinggal 3 bulan lagi Kure harus pergi untuk melamar
sang pujaan hati. Segala sesuatunya sudah ia persiapkan demi kelancaran acara
yang sudah ditunggu olehnya. Hingga malam minggu pertama dalam bulan agustus
2009 telepon genggamnya berbunyi.
“Hallo K’Kure lagi buat apa?” tanya Rika pelan.
“Kaka lagi ingat Ade ni kebetulan baru saja kaka mau telepon ade ternyata ade
duluan telepon kayaknya ada hubungan bathin antara kita hehehe….,” jawab Kure
setengah bercanda.
“Kaka…Rika mau omong sesuatu dengan Kaka tentang hubungan kita, Rika bingung
harus berbuat apa?” lanjut Rika tanpa bisa menahan tangis.
“Kenapa Ade?? tolong bilang ke kaka kenapa??” kejar Kure sedikit panik.
“kaka…….,”
Tut…tut…tut…
Kure
bingung, kalut, dan terkejut dengan apa yang baru saja dialaminya. Tanpa banyak
kata Kure langsung balas menelepon Rika tapi sayang dari seberang cuma
terdengar nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan.
Setiap hari selama seminggu Kure terus mencoba menghubungi Handphone Rika tapi
apa daya usahanya seperti sia-sia belaka. Akhirnya Kure memutuskan untuk nekat
pergi ke rumahnya Rika di Borong-Flores.
Sesampainya
di Aimere, tanpa menunggu waktu lama Kure langsung mencarter mobil seorang diri
untuk segera menuju Borong tepatnya kerumahnya Rika. Namun dalam perjalanan
yang seharusnya hanya memakan waktu satu jam harus dilalui Kure dua jam lebih
karena 3 kali berhenti untuk ganti ban yang pecah dan mesin yang ngadat.
Akhirnya
keinginan Kure untuk bertemu Rika bisa terwujud namun sayang tidak seperti yang
Kure bayangkan karena Kure hanya bisa melihat Rika dari kejauhan tepatnya dari
luar tenda tempat pesta berlangsung. Kure cuma bisa menyaksikan Rika saat duduk
bersanding di pelaminan dengan pasangannya yang secara kebetulan baru saja
menikah satu jam yang lalu. Kure tak kuasa menahan tangis. Kure menangis
sejadi-jadinya hatinya berteriak tidak terima dengan keadaan ini tapi apa daya Rika
telah resmi menjadi istri dari suaminya yang tidak lain dan tidak bukan adalah
pilihan orang tuanya untuk terus menjaga hubungan baik (keutuhan) keluarga yang
dalam adat manggarai disebut Tungku.
Kure
hanya bisa meratapi nasibnya, keinginannya untuk bertemu Rika pupus sudah. Kure
pulang dengan hati yang hancur dan galau. Kure tak lagi bergairah untuk
melanjutkan hidup. Perjalanan pulang menuju
Kota Kasih dengan KMP Ferry menjadi akhir perjalanan hidup Kure yang memilih
mengakhiri hidupnya ditengah hempasan gelombang Laut Sawu yang ganas. Riak-riak
cinta itu melebur menjadi satu dengan riak gelombang kepedihan.
Hanya
catatan kecil curahan hati Kure yang ditemukan di ranselnya yang menjadi saksi
saat-saat terakhir Kure bersama cinta….
Sunyi tanpa suara, cinta menyusup datang dan pergi tapi riak-riaknya selalu menyisahkan hati yang terombang-ambing dibuatnya……………
Sunyi tanpa suara hanya sesenggukan hati yang kudengar tanpa secuil rasa bahagia.. Biarlah cinta ini kuhempaskan ditengah gelombang sebagai bukti bahwa cinta ini terlalu dalam menyusup relung hati sedalam lautan yang kuselami.
Biarlah ku hanyut dalam alunan gelombang cinta yang kurasakan seperti saat masih bersamamu.
Aku mencintaimu…cinta!!
Tungku : perkawinan anak om dan anak
tante
Tidak ada komentar:
Posting Komentar