Banyak dari rekan, kenalan, dan para sahabat yang mulai ketagihan mengunjungi blog ini (ciyeeee...) menanyakan kepada saya kenapa tidak mengulas perkembangan kasus Ahok secara kontinu.
Saya hanya senyum sambil berujar jika tulisan saya tentang Lebaran Kuda, Sungguh Nista, dan Rumah Kita sejatinya sudah mengulas dan menggunakan kacamata subjektivitas saya mencoba merangkum semua hal yang mestinya dilakukan berkaitan dengan kasus tersebut.
Namun permintaan para pengunjung saya anggap sebagai sebuah kehormatan yang mesti dibalas dengan penghormatan setimpal melalui tulisan. Heheheheee.....karena itu tulisan ini lahir.
Harus diakui, pertarungan memperebutkan kursi Gubernur DKI Jakarta semakin seru dan menyita perhatian seluruh kalangan untuk sejenak menyimak tontonan yang sedang berlangsung.
Izinkan saya mengibaratkan pertarungan tersebut dengan pertandingan sepakbola.
Bila diibaratkan dengan pertandingan sepakbola, Tim Ahok yang tadinya diunggulkan untuk menang mudah atas lawannya justru kini tertinggal dua gol dan kehilangan satu pemain akibat kartu merah yang diperoleh.
Awal laga, tim lawan langsung keluar menyerang dengan cepat diikuti pressing attacking yang dilakukan secara keras dan menjurus kasar.
Alhasil, blunder yang dilakukan di kotak terlarang akibat komunikasi yang tidak terbangun secara baik mengakibatkan lini pertahanan tim Ahok terbuka dan memberikan celah kepada tim lawan untuk menusuk masuk hingga sang pengadil mengganggap telah terjadi pelanggaran lantas memberikan hukuman berupa kartu merah dan tendangan penalti yang dimanfaatkan secara baik.
Efeknya, konsentrasi tim Ahok yang kaget dengan serangan cepat lawan pun terpecah sehingga tim lawan kembali memanfaatkan lengahnya lini pertahanan dengan memanfaatkan tekanan supporter yang tiada henti terus menyoraki tim Ahok untuk mengganggu mental tim. Sang pengadil pun ikut terbawa suasana pertandingan dan 'terpaksa' menyepelekan rules of game dan memberikan tendangan bebas yang berujung gol kedua.
Tertinggal dua gol minus satu pemain tentu bukan hal mudah untuk sebuah tim kalau tidak mau disebut mustahil. Jangankan memenangkan laga, menyamakan kedudukan saja kayaknya sulit terjadi dan butuh sentuhan keajaiban. Namun, didunia ini apapun bisa terjadi. Kejutan-kejutan yang terjadi membuat agadium bola bundar berlaku dan membuat para penonton semakin betah menyaksikan jalannya laga.
Dalam sepakbola, menghadapi situasi seperti ini biasanya ada dua pilihan strategi pelatih. Pertama, merapatkan barisan pertahanan sambil mencoba memainkan tempo pertandingan dengan memanfaatkan penguasaan bola sambil terus menunggu untuk memanfaatkan celah melakukan Counter attack dan kedua, keluar menyerang total karena berapa pun skor kekalahan tetaplah sebuah kekalahan.
Ini yang menarik. Pilihan strategi yang digunakan pelatih tentu memiliki konsekuensinya masing-masing. Apabila terus menunggu dan memainkan tempo, harga yang mesti dibayar adalah tim akan lebih banyak dipaksa bermain di area permainan sendiri. Ini cukup rawan untuk terciptanya blunder yang menyebabkan gol tambahan tercipta. Mengingat kekurangan seorang pemain.
Pilihan keluar menyerang total pun nyaris sama yakni terbukanya area pertahanan yang bisa dimanfaatkan tim lawan walau secara teknis lebih menekan tim lawan dan berpeluang besar menyamakan kedudukan memanfaatkan lawan yang tertekan.
Apalagi bermain dibawah pressing ketat nan hebat. Tentu membutuhkan kekuatan mental baja untuk bisa mengejar ketertinggalan bahkan membalikkan keadaan menjadi pemenang.
Biasanya yang terjadi, pelatih lebih memilih menggunakan strategi pertama sembari terus melihat waktu tersisa. Tapi kadang ada pelatih yang memainkan kombinasi strategi keduanya. Saat waktu pertandingan hampir usai, barulah pelatih akan menggunakan strategi kedua yakni menyerang total dengan mengganti pemain yang memiliki naluri menyerang tinggi dengan memanfaatkan Direct Football kombinasi long passing dan umpan silang, berharap ada "lucky Ball" kemenangan.
Pertanyaannya, mampukah tim Ahok mendapatkan "lucky Ball" kemenangan di sisa waktu pertandingan? Kalau sampai ini terjadi akan menjadikan laga ini patut dikenang dan dipastikan akan menjadi kisah epik terbaik negeri ini dalam headline media massa cetak maupun online.
Sekali lagi kalau sampai masih menang, sungguh keterlaluan dan "kebangetan" menurut saya. Karena tim Ahok sebenarnya sudah voor 2 gol dan minus satu pemain pula. Jadi, seandainya tim Ahok kalah, saya kira para penonton sudah memakluminya.
Sebaliknya, kalau saya bilang sebaiknya jangan lagi mencalonkan apalagi memilih tim lawan bila masih juga kalah setelah di voor skor dan orang.
Kini saatnya kita saksikan jalannya laga sampai selesai. Mumpung peluit panjang belum ditiup sang pengadil....mumpung teh dalam cangkir masih hangat untuk memperlancar aliran darah. Tos kawan!
Semoga dewi fortuna juga berperan dalam pertarungan pilkada DKi ini ya, apalagi di dukung dengan suporter melalui doa yang tak kunjung henti, semoga keadilan yang berjaya di bumi pertiwi ini!
BalasHapusTerima kasih. Amin.
HapusJang sampe Tuhan rancang pilgub dki sebagai batu loncatan untuk RI 2 untuk Ahok.
BalasHapusBisa jadi. Pembelokan biasanya disyukuri ketika hikmah dari sebuah peristiwa sudah kita dapatkan.Kenapa tidak??
Hapus