Salam Olahraga,
Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya melalui blog ini dengan judul Utak-Atik Peluang Juara AFF 2016 bahwa timnas Thailand memang harus diakui memiliki kualitas diatas kontestan lainnya pada AFF Suzuki Cup tahun ini sehingga pantas menempati unggulan pertama.
Kemenangan juara bertahan Thailand atas Indonesia menunjukkan kematangan bermain Timnas Thailand. Walau sempat terkejar oleh dua gol dari Boaz dan Lebry yang sempat menumbuhkan harapan namun secara keseluruhan kita mesti jujur mengakui bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi agar bisa mengimbangi level permainan Thailand saat ini.
Ketika skor sama kuat 2-2. Om saya lantas mengirimkan pesan singkat kepada saya," Sudah dua sama bu. Indonesia bisa." Jujur sebagai anak bangsa, dalam hati kecil saya pun ingin agar Indonesia bisa mengungguli Thailand walaupun harus mengingkari pandangan objektif saya tapi ya begitulah...
Menurut saya, selain memang Thailand yang levelnya berada diatas Indonesia, Kekalahan Indonesia sebenarnya lebih disebabkan taktik Riedl yakni
1. Sudah minder sebelum laga dimulai.
Bermain dengan pola kegemaran Riedl 4-4-1-1 atau 4-4-2, Riedl sejak awal laga sudah menginstruksikan "taktik minder" yakni menunggu dan melakukan Counter Attack. Padahal, Thailand dengan 3-5-2 sebenarnya bermain dengan kondisi fisik yang tidak meyakinkan alias kelelahan karena baru beberapa hari lalu habis-habisan bertarung melawan Australia di kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Asia. Hal ini ditambah dengan keputusan Kiatisuk untuk mengistirahatkan beberapa pemain kunci Thailand seperti sang kapten Theerathon Bunmathan, Koravit Namwiset, dan C. Chappuis.
Seharusnya Riedl memanfaatkan situasi ini untuk menekan dan mendapatkan keuntungan serta meraih keunggulan atas Thailand bukan menjadi minder yang akhirnya terlihat dalam pola permainan timnas Indonesia yang kelihatan minder menghadapi Thailand sehingga berujung blunder yang semestinya tidak perlu terjadi.
2. Gap Antar Lini Tengah dan Lini Depan
Sejatinya, ketiadaan beberapa pemain kunci Thailand terutama bek kiri sekaligus kapten Theeraton menyisahkan celah yang menganga di sisi kiri pertahanan Thailand. Itu sebabnya, beberapa kali sektor ini berhasil di eksplorasi oleh Andik. Sayang gap yang terlalu jauh antar pemain terutama ketika transisi dari bertahan ke menyerang membuat serangan Indonesia mudah dimentahkan lini belakang Thailand serta ada beberapa kali serangan balik di babak pertama, Andik terlihat terlalu individual dan tidak langsung mengirimkan terobosan kepada Boaz yang sudah berlari ke area kosong. Hal ini dikarenakan tidak banyaknya opsi untuk diberikan umpan karena minimnya pergerakan lini tengah yang diisi oleh Bayu dan Lilipaly saat membantu serangan karena terlalu fokus pada pertahanan karena taktik "minder".
Babak kedua sebenarnya Indonesia bisa imbangi Thailand terutama melalui sayap-sayap Indonesia yang cepat. Terlihat beberapa kali kombinasi terutama dari sisi kanan yang dimainkan Andik, Boaz, Lilipaly, dan Beny Wahyudi berhasil membuat pertahanan Thailand terbuka. Dua gol balasan terbukti berawal dari pergerakan dua sayap Indonesia yang berujung umpan silang ke kotak penalti dan berbuah gol.
3. Strategi Pergantian Pemain Yang Kurang Tepat
Namun strategi pergantian pelatih yang keliru dari Riedl, menurut saya turut membantu Thailand akhirnya berhasil menggungguli Indonesia. Pergantian Lebry dengan Zulham adalah kekeliruan pertama. Entah apa maksud Riedl? Saya melihat pergantian Zulham justru membuat lini tengah menjadi limbung dan Zulham terlihat bingung karena di lain sisi Thailand justru memasukan 2 pemain tengah yang merupakan pemain kuncinya yang disimpan di babak pertama.
Penarikan Andik juga turut mempengaruhi suasana pertandingan. Padahal sisi ini yang dikhawatirkan oleh Kiatisuk sehingga harus menurunkan Theeraton.
Seandainya Riedl tidak menarik Andik keluar serta Lerby diganti oleh Evan Dimas bukan Zulham, saya kira hasilnya akan berbeda. Kenapa? Karena ketika skor 2-2 dan seandainya Evan ikut memperkuat lini tengah sebenarnya kita memiliki dua holding mildfilder Bayu dan Lilipaly dibantu Evan yang bisa meredam lini tengah Thailand dan Andik yang memiliki kecepatan membuat Theeraton tidak leluasa membantu penyerangan Thailand. Sayang keputusan sudah dibuat dan hasil akhir kita kalah.
Saya pun mendapat pesan singkat dari seorang teman," Mantap analisanya bro. Memang kita kalah kelas." Dan saya lantas menjawabnya," Tidak perlu dianalisa sebenarnya. Karena kalau kita bermain sepakbola serta sering menonton sepakbola ketika menyaksikan beberapa kali pertandingan Thailand di kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Asia sebenarnya kita sudah bisa tahu kualitas permainan Thailand.
Ya sudahlah...
Yang paling penting adalah segera melupakan kekalahan melawan Thailand dan mempersiapkan diri menghadapi Filipina dan Singapura untuk menyapu bersih kemenangan agar dapat lolos sebagai runner up grup.
Btw, tapi saya koq senang ya kita kalah. Bukan karena tidak nasionalis tapi inilah kekalahan pertama Indonesia di partai perdana pada AFF Cup yang mana di 10 edisi sebelumnya tidak pernah kalah hanya menang dan seri. Saya pikir kekalahan ini mungkin merubah alur sejarah kita di ajang ini. Kalau di 10 edisi sebelumnya kita menang dan seri tapi hasil akhir selalu tanpa gelar, mungkin saja perubahan alur cerita Indonesia dimulai ketika kalah di partai pertama tapi berhasil di partai terakhir yang berujung piala. Bisa saja dan who knows? ( Jadi ingat Malaysia di tahun 2010 heheheee...)
Potensi untuk itu ada dengan syarat sapu bersih dua laga tersisa dengan kemenangan terlebih dahulu. Bisa? Saya yakin bisa. Semoga!
Sekedar usulan buat Riedl agar menempatkan Evan/Lilipaly di belakang Boaz dengan formasi 4-4-1-1 mungkin bisa dicoba untuk laga berikutnya sebagai opsi lain dari dua striker.
Wasalam Olahraga,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar