Selamat Datang By JoeFrigerio

Menu

Animated Buttons - "Pressed Effect"

...

Slideshow

Automatic Slideshow

Change image every 3 seconds:

1 / 3
Bahagia Itu Sederhana
2 / 3
Beriman Itu Sederhana
3 / 3
Hidup Penuh Syukur

Minggu, 20 November 2016

Mengejar Ketertinggalan

Untuk mengejar ketertinggalan tentu kita mesti meningkatkan kecepatan agar dapat menyusul. Tanpa kecepatan super, mustahil untuk menyusul ketertinggalan apalagi melampaui. Itu sudah hukumnya. Karena itu, ketika tertinggal biasanya kita disuruh bersegera dengan cepat agar bisa menyusul dan menyamakan langkah. Tapi kalau dalam perlombaan, biasanya kita tidak hanya diminta menyusul tapi mesti mendahului dengan kecepatan super tadi.

Hal tersebut disadari betul oleh Presiden Jokowi sehingga bergerak cepat dan memilih orang-orang yang mau bergerak cepat membantunya membawa kereta Indonesia melintas dengan cepat untuk menyusul kereta di depan bila perlu melampauinya.

Visi mengejar ketertinggalan ini kebetulan sejalan dengan Ahok yang juga bergerak super cepat dan memilih orang yang mau bergerak secepat dirinya agar dapat segera menyusul ketertinggalan. Juga banyak pemimpin lain yang menyadari bahwa perlu kecepatan super untuk bergerak cepat mengejar ketertinggalan. Tidak heran, komposisi orang-orang yang dipilih untuk menjalankan kereta merupakan orang-orang yang siap menjalankan kecepatan super tersebut, bila tidak maka tak terpakai.

Itulah sebabnya, kecepatan kedua orang ini diikuti oleh para pembantu mereka dalam hal ini para menteri juga para Kadis hingga struktur terbawa tentu akan memakan korban. Korbannya, siapa lagi kalau bukan orang-orang yang tak ingin satu gerbong dan tak mau bergerak dengan tempo yang sama. Apalagi bagi mereka yang setia dengan tempo lawas pelan mendayu-dayu. Sudah pasti mereka tertinggal dan dilupakan.

Di kala rata-rata orang Indonesia bergerak dengan kecepatan 60 Km/jam misalnya, kedua orang ini sudah memacu kecepatan 120 Km/jam bahkan lebih. Karena perbedaan kecepatan tersebut, orang-orang yang sudah terbiasa dalam gerbong dengan goncangan 60 km/jam akhirnya merasa tidak nyaman. Ada yang muntah-muntah, pusing, dan tidak enak badan bahkan terpeleset, terpental, dan terjatuh saking cepatnya. Ketidaknyamanan inilah yang akhirnya memicu gelombang protes untuk mengembalikan kepada kecepatan semula agar mereka kembali kedalam comfort zone-nya.

Sayangnya, hal ini tidak bisa diakomodir sang masinis karena bila diakomodir keinginan untuk kembali ke kecepatan semula, sama saja dengan tidak mengejar ketertinggalan tetapi justru akan semakin jauh tertinggal. Satu-satunya jalan keluar adalah tetap mempertahankan kecepatan atau bahkan menambah kecepatan sekaligus mengajak para penghuni gerbong untuk menyesuaikan diri ikut bergerak cepat agar nyaman dengan goncangan kecepatan gerbong yang baru sehingga kondisi muntah-muntah, kepala pusing, dan tidak enak badan segera lenyap lalu sudah bisa mulai menikmati kecepatan goncangan terkini sehingga tidak lagi terpeleset, tejatuh, ataupun terpental keluar gerbong.

Penyesuaian tentu bukanlah hal mudah, membutuhkan waktu. Namun butuh waktu bukan berarti memaksa masinis untuk menurunkan kecepatan. Karena itu, sama saja dengan tidak melatih tubuh untuk menyesuaikan diri dengan kecepatan terbaru.  Butuh waktu juga bukan berarti memaksa masinis untuk memberhentikan kereta di tengah jalan lantas mengganti masinis yang dapat diatur bergerak dengan kecepatan sesuai keinginan. Butuh waktu disini adalah melakukan penyesuaian dengan irama goncangan kecepatan gerbong secara perlahan-lahan sehingga tidak terpental dan terjatuh dari gerbong dan akhirnya tubuh pun tidak lagi muntah-muntah, pusing, serta tidak enak badan bahkan merasa bahwa perlu menambah kecepatan saking bugarnya tubuh karena sehat.

Pangkal masalah perbedaan kecepatan inilah yang menurut saya mengakibatkan banyak penumpang dalam gerbong terlihat melakukan berbagai hal konyol. Dan hal paling konyol yang terjadi adalah mempengaruhi penumpang lain dalam gerbong untuk menyalahkan kecepatan kereta, sementara di sisi lain berusaha mempengaruhi penumpang lain untuk mendukung sesama penumpang yang maju dan ingin menjadi masinis dengan menjual dan meniru kecepatan serupa bila menjadi masinis.

Akh…bicara kereta dan kecepatannya. Saking cepatnya, saya tiba-tiba jadi teringat lagunya Ello – Keretamu. Mending ambil gitar jreng…jreng…yuk kita nyanyi bareng ya…”kereta itu membawa hatiku…kereta itu membawa hidupku….perlahan senja menenggelamkan seluruh hidupku.”

Ups…nyanyinya pakai hati biar menghayati dan jangan terlalu lambat nyanyinya sesuaikan dengan tempo yang dimainkan agar terdengar merdu dan harmonis. Khan kasihan lagu yang bagus dinyanyikan dengan cara yang gak bagus. Tul gak??



   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar