Timnas Indonesia telah berhasil sampai ke partai puncak AFF Suzuki Cup 2016 dengan melengserkan Vietnam berkat keunggulan agregat 4-3. Inilah kesempatan kelima untuk merengkuh gelar dalam sejarah keikutsertaan Indonesia di kancah AFF Suzuki Cup.
Thailand kembali akan menjadi lawan tangguh yang akan digelar dalam 2 leg. Leg pertama di Jakarta 14/12 dan selanjutnya di Thailand 17/12.
Pencapaian Timnas Indonesia kali ini sungguh di luar ekspektasi banyak pihak. Jujur saja, tak ada satu pun pengamat termasuk di dalam negeri yang berani menjagokan Timnas Indonesia. Publik sepakbola Indonesia pun dingin-dingin saja ketika Timnas Indonesia melakukan persiapan jelang AFF Suzuki Cup digelar.
Konflik internal yang berkepanjangan, kompetisi yang sedang berlangsung, waktu persiapan yang mepet, kebijakan pembatasan pemanggilan pemain, hingga tak adanya pelatih fisik dalam tubuh Timnas saat ini merupakan kendala yang membuat publik sepakbola tanah air memaklumi rasa pesimistis bersemayam.
Kendala Opa Riedl, pelatih asal Austria,67 Tahun ini sungguh luar biasa. Bahkan boleh dibilang Opa Riedl terlanjur nekad untuk menyanggupi kontrak menangani Timnas. Apalagi Timnas masuk dalam grup neraka.
Kekalahan di laga perdana seolah melegitimasi rasa pesimistis yang terlanjur bersemayam. Hal ini ditambah dengan permainan Timnas yang terlihat kurang meyakinkan. Daya magis seorang Riedl pun dianggap tak cukup kuat untuk melanggeng mulus bersama Timnas. Beban yang dipikul terlampau berat.
Namun sebenarnya disinilah letak kualitas Riedl dipertaruhkan. Tak banyak pelatih yang sanggup melewati rintangan yang sedemikian banyak. Pelan tapi pasti, langkah Timnas sebagai pesaing terkuat untuk meraih gelar AFF Suzuki Cup 2016 kini nyata di depan mata.
Daya magis seorang Riedl rupanya masih terlalu kuat untuk sekedar menghadapi berbagai kendala dan masalah yang melingkupi Timnas.
Kejutan? Iya. Bahwa, Indonesia adalah tim kekuatan tradisional kawasan ASEAN benarlah adanya, namun di gelaran AFF 2016 langkah Indonesia sampai ke laga puncak merupakan kejutan dari kejuaraan ini apalagi bila menjadi juara.
Ini adalah final ketiga bagi Opa Riedl. Khusus bersama Timnas Indonesia, ini merupakan final keduanya yang mana pada dua final sebelumnya Opa Riedl belum mampu memberikan gelar juara. Pertanyaannya, sanggupkah Riedl di final ketiganya memberikan gelar?
Opa tentu berkeinginan besar untuk mempersembahkan gelar sebelum Purna Bhakti dari kegiatan di rumput hijau sehingga terasa Paripurna. Tapi, keinginan saja tentu tidaklah cukup. Butuh daya magis yang lebih dahsyat untuk sematan gelar AFF.
Apapun hasilnya, saya kira Opa Riedl telah berhasil mengangkat pamor sepakbola Indonesia yang tenggelam sekian lama. Karenanya, Opa Riedl pantas diberikan apresiasi. Kalau kalah dan gagal di final untuk ketiga kalinya, Opa Riedl dan pasukan tetaplah harus disambut dengan pengalungan sebagai ucapan terima kasih bahkan mesti diberikan bonus.
Toh, ketika laga leg kedua semifinal berakhir tidak banyak pengamat yang berani mengkritik Opa Riedl. Kalau pun ada, nadanya masih terdengar merdu di kuping. Justru banyak yang memuji spirit bermain yang ditunjukan para pemain.
Saya melihat spirit perjuangan pemain itu muncul karena melihat Opa Riedl dengan spiritnya tetap berjuang menulis sejarah dengan caranya sendiri. Bahwa hasilnya kalah, siapa berani kritik Riedl?
Sampai pada titik ini, Opa Riedl telah mengajarkan satu hal dalam hidup ini untuk kita semua yakni "Semakin Besar Tantangan, Semakin Besar Pula Hadiahnya."
Semoga...
Gelar AFF bisa menjadi hadiah akhir tahun 2016 bagi segenap masyarakat Indonesia yang kini lebih banyak sibuk dengan urusan menghakimi orang lain.
Pray For Timnas, Pray For Sabu!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar