Selamat Datang By JoeFrigerio

Menu

Animated Buttons - "Pressed Effect"

...

Slideshow

Automatic Slideshow

Change image every 3 seconds:

1 / 3
Bahagia Itu Sederhana
2 / 3
Beriman Itu Sederhana
3 / 3
Hidup Penuh Syukur

Kamis, 15 Desember 2016

Thailand vs Indonesia, Melawan Tuah Rajamangala

Usai berhasil menaklukkan Thailand pada laga final AFF Suzuki Cup leg pertama di Stadion Pakansari, Bogor (14/12) lalu. Timnas Indonesia mesti menjalani laga "super berat" di Bangkok dalam laga final leg kedua yang akan berlangsung pada Sabtu, (17/12/2016).

Inilah kesempatan bagi Timnas Indonesia untuk merengkuh titel AFF Suzuki Cup untuk pertama kalinya. Namun, laga leg kedua ini ibarat perjalanan mission impossible bagi Timnas Indonesia. Apalagi hanya bermodal kemenangan 2-1 di leg pertama.

Kenapa?
Karena Timnas Indonesia mesti melawan Tuah Stadion Rajamangala. Untuk diketahui,  Stadion Rajamangala semenjak diresmikan pada tahun 1998 dan dipakai sebagai stadion Nasional Thailand, senantiasa bagai "kuburan" bagi Timnas Indonesia. Maklum, jangankan menang di Stadion ini. Meraih hasil seri pun, Tim Garuda tak pernah bisa ketika berlaga di stadion ini menghadapi Thailand.

Kenyataan ini tak boleh dilupakan oleh Timnas Indonesia. Bahkan mesti tertanam dalam benak para pemain sebagai bagian dari motivasi untuk merubah sejarah dan membalikan Tuah Rajamangala untuk kejayaan Indonesia.

Anomali. Ya...anomali memang diperlukan Timnas Indonesia agar membalikan Tuah Rajamangala. Namun, anomali bisa terjadi lantaran ada sesuatu yang menjadi penyebabnya.

Mencari sebab terjadinya anomali tentu bukan perkara mudah. Namun untuk urusan yang satu ini, tuah Rajamangala hanya bisa ditaklukan jika para pemain Timnas Indonesia menanamkan sebuah semboyan pahlawan kala mengusir penjajahan yakni "merdeka atau mati" dan menggantikannya dengan "menang atau mati".

Semboyan "Menang atau Mati" mesti terpatri dalam jiwa para pemain Timnas sebagai sebuah mentalitas dan spirit demi merobohkan kemegahan Rajamangala dengan sejarahnya. Dengan demikian, harga diri merah putih tak lagi terkubur dalam "kuburan" bernama Rajamangala.

Kesaktian Rajamangala sudah saatnya dikalahkan dengan mentalitas pemenang para pemain. Karena sejarah itu ditulis oleh para pemenang bukan oleh yang kalah.

Tak perlu minder apalagi keder.
Ingat! Hanya kita yang mampu mencetak gol ke gawang mereka. Tidak tanggung-tanggung 2 gol setiap laga. Hanya kita yang mampu mengejar ketertinggalan saat berhadapan dengan mereka. 2-0 menjadi 2-2 walau akhirnya kalah 4-2 dan yang terbaru 1-0 berhasil kita kejar dan balikan menjadi kemenangan 2-1.

Pada akhirnya, anomali sejarah hanya dapat terjadi karena sesuatu yang ekstrim. Semboyan ekstrim merupakan salah satu bagian dari jalan yang mesti dipilih dalam perjalanan ini agar sejarah itu tertulis bahwa Garuda menunggangi Gajah di Rajamangala, Bangkok.

Opa Riedl dan pasukan mesti menggunakan daya magis super ekstrim dan memilih jalan yang serba ekstrim. Inilah saat yang tepat untuk mengatakan lantang," menang atau mati". Hanya itu mantra yang mampu melawan Tuah Rajamangala dan mengalahkan kesaktiannya.

Semoga....keberpihakan sejarah mendekap erat Garuda. Simbol dua yang menyelimuti perjalanan Garuda merupakan tanda kemenangan selain sebagai sebuah tanda perdamaian. Kebetulan kedua-duanya sangat dibutuhkan Indonesia saat ini.

Salam 2 Jari













Tidak ada komentar:

Posting Komentar