Selamat Datang By JoeFrigerio

Menu

Animated Buttons - "Pressed Effect"

...

Slideshow

Automatic Slideshow

Change image every 3 seconds:

1 / 3
Bahagia Itu Sederhana
2 / 3
Beriman Itu Sederhana
3 / 3
Hidup Penuh Syukur

Selasa, 25 April 2017

Race


Sudah pernah menyaksikan film Race? Sebaiknya anda sudah menyaksikannya. Kalau belum, berjanjilah bahwa anda akan menyaksikannya.

Film yang mengambil latar perlombaan Olimpiade 1936 di Berlin Jerman ini mengisahkan tentang atlit atletik Amerika yang bertanding di Olimpiade bernama Jesse Owen sebagai aktor utama.


Ada hal menarik dalam film yang disutradarai oleh Steven Hopkins tersebut yakni perlombaan sekelas Olimpiade musim panas yang mestinya berlangsung fair play justru dikotori oleh propaganda rasialis Nazi.

Jesse Owen, pemuda Africa Amerika dan dua rekan pelari dalam tim atletik Amerika berdarah Yahudi menjadi korban dan berujung konspirasi antar dua negara Jerman dan Amerika yang mencemari Hak Asasi Manusia.

Dalam film tersebut, tim pelatih Amerika bahkan mesti merubah susunan pelari dalam lomba lari estafet demi menyingkirkan dua pelari berdarah Yahudi dalam timnya yang memiliki potensi yang hebat. Tidak hanya sampai disitu, medali yang diperoleh oleh Owen atas upaya dan kerja kerasnya sesampainya di Amerika tidak diakui oleh Pemerintah Amerika atas kesepakatan politik rasialis dengan Jerman.

Kisah Jesse Owen di tahun 1936 dalam film tersebut rupanya tak lantas punah di tahun 2017. Di era dunia tak selebar daun kelor serta tingginya mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat yang lain, masih sering kita lihat di sekitar kita bagaimana perlombaan hidup tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena tembok kokoh penghalang bernama suku, agama, ras, warna kulit, dan asal usul masih menjadi kriteria demi menghalangi potensi-potensi terbaik muncul ke lintasan lomba.

Perlombaan hidup dalam berbagai bidang kehidupan pun dipenuhi konspirasi sehingga yang menjadi juara di lintasan lomba sebenarnya bukanlah yang terbaik dan tak pantas menjadi juara. Karena diluar lintasan lomba, sesungguhnya masih banyak potensi-potensi yang jauh lebih hebat dan pantas berlomba dalam lintasan namun terhalang oleh hal-hal lahiriah yang bukan merupakan keinginan sendiri tapi kodrat Ilahi.

Lebih menyedihkan lagi, kedekatan pribadi dan kepentingan juga menjadi unsur yang memiliki nilai tinggi dalam kriteria penilaian dan tanpa berdosa menepikan kriteria objektif berdasarkan kemampuan.

Alhasil, lomba kehidupan senantiasa tak menemukan garis finish dengan kualitas mengagumkan yang dapat dikenang tetapi sebaliknya. Kepura-puraan, munafik, tipu muslihat, saling menjatuhkan, fitnah, dan bermuka dua menjadi sikap yang tumbuh sebagai buah dari perlombaan hidup yang penuh manipulatif.

Kalau sudah begini, apa yang masih bisa diharapkan?seharusnya kita malu berbicara tentang peluang mencapai surga yang begitu mulia. Toh, menciptakan 'surga' yang penuh perdamaian, keadilan, keramahan, kesejahteraan lahir batin bagi sesama saja kita tak mampu. Bukankah sesama adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sangat dicintai-NYA?Bagaimana mungkin berbicara surga milik Tuhan bila merendahkan sesama yang merupakan ciptaan Tuhan paling mulia yang secitra dengan-NYA?

Lintasan perlombaan hidup telah disediakan Tuhan dengan membekali masing-masing kita talenta. Menggunakan talenta dengan berlomba secara fair play merupakan keniscayaan. Andai pun kita mengabaikannya dan mengedepankan kecurangan, boleh jadi kita menang dan juara dalam perlombaan hidup di dunia ini tapi tujuan hidup di dunia yakni akhirat belum tentu kita mampu mencapainya bahkan mungkin kita tidak diperkenankan mengikuti lomba.

Itulah sebabnya kenapa tidak ada satu pun dari kitab-kitab agama yang menuliskan tentang surga sudah penuh atau akan penuh.
Selamat berlomba!
posted from Bloggeroid

3 komentar:

  1. Ajaib.. luar biasa pencerahannya pak.. ternyata bukan,saja ilmu pertandingan saja yang hebat tapi ilmu perlombaannya juga,ajaib.. mau berguru lbh banyak lagi nih pak... mksh untuk tulisannya...

    BalasHapus
  2. Hmmm...jangan terlalu lebay bapak Rogano

    BalasHapus